Kamis, 03 Maret 2011

kisah jilbab hati ;)

Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadangmenjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia tak mauberjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyumdan menjawab, “Insyaallah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.”Sudah banyak orang yang menanyakannya maupun menasehatinya.Tapi jawabannya tetap sama.♥♥♥♫•*¨*• .¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥Hingga di suatu malam…Ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnyasangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisamerasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungaiyang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas di pinngirtaman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ia tidaksendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat jjuga menikmatikeindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnyasangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangatlembut.“ Assalamualaikum, saudariku..”“Wa alaikumsalam.. Selamat datang, saudariku.”“Terima kasih. Apakah ini surga?”Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan, saudariku. ini hanyalahtempat menunggu sebelum ke surga.” “Benarkah? Tak bisakubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunyasaja sudah seindah ini. ”Wanita itu tersenyum lagi. “Amalan apa yang bisa membuatmukemari, saudariku?”“Aku selalu menjaga waktu sholat dan aku menambahnya denganibadah sunnah.”“Alhamdulillah..”Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangatindah. Pintu itu terbuka. Dan ia melihat beberapa wanita yang beradadi taman mulai memasukinya satu persatu.“ Ayo, kita ikuti mereka.” kata wanita itu sambil setengah berlari.“Apa di balik pintu itu?” katanya sambil mengikuti wanita itu.“Tentu saja surga, saudariku” larinya semakin cepat.“Tunggu…tunggu aku..” ia berlari namun tetap tertinggal.Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum padanya. Ia tetaptak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari. Ia lalu berteriak, ”Amalan apa yang telah kau lakukan hingga kau begitu ringan?”“Sama denganmu, saudariku.” jawab wanita itu sambil tersenyum.Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu.Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak padawanita itu, “Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan?”Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata, “Apakah kau takmemperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab.“ Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk kesurgaNya tanpa jilbab menutup auratmu?”♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥Tubuh wanita itu telah melewati pintu, tapi tiba-tiba kepalanyamengintip keluar, memandangnya dan berkata, “Sungguh sangatdisayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutikumemasuki surga ini. Maka kau tak akan pernah mendapatkan surga iniuntuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai di hatimu karena niatmuadalah menghijabi hati. ”Ia tertegun..lalu terbangun..beristighfar lalu mengambil air wudhu. Iatunaikan sholat malam. Menangis dan menyesali perkataannyadulu..berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya.

Ghibah Itu Indah...

“Gibah itu indah, ngawur kamu”, sentak Inas kuat-kuat kepadaku, ketika puisi yang berjudul gibah itu indah terpampang di mading kampus. Mau tahu puisinya seperti apa?



Gibah itu indah.



Gibah itu indah, bisa membuat hubungan kita dengan kawan-kawan menjadi dekat.



Gibah itu indah, karena dilakukan berjama’ah dan atas dasar suka sama suka,



***



Gibah itu indah, karena dengannya sudah tidak ada lagi rahasia diantara kita, dan kita semua menjadi manusia yang sama dan tidak ada kasta. Karena keuntungan dari bergibah adalah semua rahasia bukan menjadi rahasia lagi dan semua rahasia menjadi milik umum. Bukankah hal itu bagus, sehingga masyarakat yang tidak memiliki apa-apa paling tidak punya satu hal yang mereka miliki yaitu berita dari hasil pergibahan sesama wartawan, orang kaya, orang kota, tukang becak, guru dan pengajar.



Semua serentak mengetahui ketika seorang pejabat ketahuan minum teh poci bersama seorang artis dangdut yang berdandan menor, dan gibah itu indah ketika si pejabat melepaskan perintah untuk melakukan penembakan kepada sang wanita, karena sudah tidak tahan lagi dengan pemberitaan buruk mengenai dirinya yang didengar dimana-mana. Hasil dari pergibahan nasional, mengakibatkan rating sebuah infotainment ditelevisi swasta meningkat tajam, mendatangkan banyak iklan dan rejeki bagi banyak orang, dengan caranya yang kejam.



Gibah itu indah sayang, namun berujung neraka. Kita tidak mengetahui kapan pertama kali dilakukan, bila kita mengetahui maka dapat kita peringati, dan berkomitmen untuk tidak menjadi anggota masyarakat yang hidup dengan gibah.



Alkisah, Aisyah, istri Rasul beserta kawannya berpapasan dengan rombongan yang akan pergi ke suatu tempat. Ketika berpapasan Aisyah sedikit bergunjing dengan dirinya sendiri didalam hati ketika melihat wanita yang bertubuh gemuk, Aisyah berkata, ”gemuk betul tubuhnya”, dan ketika melihat tubuh yang kurus pikirnya, ”kurus betul tubuhnya”. Dan ketika hal itu diketahui oleh Rasululloh, maka Aisyah diminta untuk membuka mulutnya. Ketika aisyah membuka mulutnya, maka tiba-tiba keluarlah darah kental hitam dari mulut Aisyah yang mulia.



Subhanallah, iri rasanya melihat bagaimana Allah menjaga Aisyah. Jika Aisyah melakukan perbuatan yang menurut kita hanya dosa kecil saja, ternyata sudah dihukum oleh ALLOH di dunia. Dan darah hitam yang kental itu menunjukkan bahwa perbuatan Aisyah dalam bergibah itu, walaupun hanya terlintas dipikiran saja, telah dihukum oleh ALLOH.



Bagi kita sebagai sesama wanita, gibah itu merupakan hal yang menyenangkan dan terlihat indah karena mampu membuat kita mungkin memiliki banyak teman karena begitu banyak informasi, berita dan cerita dari kita untuk teman-teman kita. Hal itu semua tanpa kita sadari mampu mempererat ukhuwah, namun sebetulnya gibah itu merupakan sebuah dosa besar yang tidak terlihat langsung korbannya, tapi dampaknya luar biasa. Dan hal itu lagi-lagi ditunjukkan oleh Allah dalam Al Quran Surat Al Hujurat ayat 11 yang berbunyi



”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS.49:11).



Astaghfirullohaladzhiim, yaa Roob, dalam siangmu yang terik ini, hamba memohon kepadamu, untuk menjadi bagian dari hamba-Mu yang mampu menjaga lidahnya untuk selalu berkata baik dan tidak berkata-kata yang membawanya ke neraka.



Gibah itu indah, mempererat ukhuwah tapi dibelakangnya terdapat sengsara berujung neraka.





Surat Cinta dariNya

Saat kau bangun pagi hari, AKU memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepada-KU, walaupun hanya sepatah kata meminta pendapat-KU atau bersyukur kepada-KU atas sesuatu hal yang indah yang terjadi dalam hidupmu hari ini atau kemarin….Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi kuliah. AKU kembali menanti saat engkau sedang bersiap, AKU tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapa-KU, tetapi engkau terlalu sibuk!Di suatu tempat, engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun. Kemudian AKU melihat engkau menggeerakkan tanganmu. AKU berfikir engkau akan berbicara kepada-KU tetapi engkau ternyata mengambil HP dan menghubungi seorang teman untuk mendengarkan ceritamu.AKU melihatmu ketika engkau pergi kuliah dan AKU menanti dengan sabar sepanjang hari.



Dengan semua kegiatanmu AKU berfikir engkau terlalu sibuk mengucapkan sesuatu kepada-KU. Sebelum makan siang AKU melihatmu memandang sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepada-KU, itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut nama-KU dengan lembut sebelum menyantap rizki yang AKU berikan, tetapi engkau tidak melakukannya….Masih ada waktu yang tersisa! AKU berharap engkau akan berbicara kepada-KU, meskipun saat engkau pulang ke rumah, kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.



Saat tidur, KU pikir kau merasa terlalu lelah, kau begitu saja melompat ketempat tidur dan tertidur tanpa sepatahpun nama-KU, kau sebut. Padahal engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir untukmu.AKU telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. AKU bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain. AKU sangat menyayangimu, setiap hari AKU menantikan sepatah kata, do'a, pikiran atau syukur dari hatimu.Keesokan harinya … engkau bangun kembali dan kembali AKU menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiku sedikit waktu untuk menyapa-KU...



Tapi yang KU tunggu tak kunjung tiba... tak juga kau menyapa-KU. Subuh... Dzuhur... Ashar... Magrib... Isya dan Subuh kembali, kau masih mengacuhkan AKU! Tak ada sepatah kata, tak ada seucap do'a, tak ada rasa, tak ada harapan dan keinginan untuk bersujud kepada-KU... Apa salahKU padamu, wahai Ummat-KU? Rizki yang KU limpahkan, kesehatan yang KU berikan, harta yang KU relakan, makanan yang KU hidangkan, apakah hal itu tidak membuatmu ingat kepada KU?Percayalah AKU selalu mengasihimu, dan AKU tetap berharap suatu saat engkau akan menyapa-KU, memohon perlindungan -KU, bersujud menghadap-KU... Yang selalu menyertaimu setiap saat. 

Izinkan Aku Tidak Akan Cuti dari Dakwah ini

Jalanan ibukota masih saja ramai hingga larut malam ini, dengan kendaraan yang terus berlalu lalang, juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah mati. Namun kini hatiku tak seramai jalanan di kota ini. Sunyi... Itulah yang sedang kurasakan. Bergelut dengan aktifitas dakwah yang menyita banyak perhatian, baik tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa diriku untuk terus belajar menjadi mujahid tangguh. Tapi kini, hatiku sedang dirundung kegalauan.



Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya dibahas, ditanya-jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik. Ya… mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su'udzhan-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk berhusnudzhan.



Kini kutermenung kembali akan hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah yang dinamakan konsep amal jama'i yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah? Sering terlontarkannya kata-kata "afwan akh, ana gak bisa bantu banyak…" atau sms yang berbunyi "afwan akh, ana gak bisa datang untuk syuro malam ini…" atau kata-kata berawalan "afwan akh…" lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang akh tidak bisa hadir untuk sekedar merencanakan strategi-strategi dakwah kedepannya.



Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah "Izinkan aku cuti dari dakwah ini", mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau bahkan selamanya. Lebih baik aku konsenstrasi dengan skipsiku yang kini sedang berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau… dengan lebih memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, toh tanpa aku pun dakwah tetap berjalan, bukan???



Sahabat…. Memang dalam dunia dakwah yang sedang kita geluti seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami konflik atau permasalahan-permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan internal aktivis dakwah sendiri.



Pernah suatu ketika dalam aktivitas sebuah barisan dakwah, ada seorang ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu di sebuah lembaga dakwah kampus, seorang akhwat "minta cuti" lantaran sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak layaknya seorang bos dalam berdakwah. Pernah pula suatu waktu seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terdzalimi oleh saudara-saudaranya sesama aktifis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak pantas untuk terulang namun penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita.



Ceritanya, di akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terdzalimi) hanya mampu menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun. Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktifis dakwah lulus dalam waktu empat tahun. Singkat cerita, ketika si X ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab "Aku lulus dalam waktu enam tahun karena aku harus bolos kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."



Subhanallah… di satu sisi kita merasa bangga dengan si X, dengan militansinya yang tinggi beliau rela untuk bolos dan mengulang mata kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih… sedih dengan kader-kader dakwah (saudara-saudaranya Si X) yang dengan berbagai macam alasan duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.



Sahabat…. Semoga kisah tersebut tidak terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah pelajaran berharga…. Semoga kisah tersebut membuat kita sadar, bahwa setiap aktifitas yang di dalamnya terdapat interaksi antar manusia, termasuk dakwah, kita tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi hati. Ya, setiap aktifis dakwah adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu saja berbeda-beda. Ada aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam tingkah laku aktifis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula kita lupa bahwa tidak sedikit aktifis-aktifis yang tiada memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah polah aktifis dakwah lain yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewaan yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah sebuah kewajaran sekaligus realita yang harus kita pahami dan kita terima.



Namun apakah engkau tahu wahai sahabatku? Tahukah engkau bahwa seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah, dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita melontarkan kata-kata "afwan", "maaf" atau kata-kata manis lainnya atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa dibarengi dengan kesadaran bahwa sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara kita. Dan bahkan sebagai pembenaran kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa kata-kata "afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada artinya dan akan sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.



Wahai sahabat… memang benar bahwasanya aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sadarkah kita bahwa kita sedang menghadapi sosok yang juga manusia biasa? bukan superman, bukan pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya. Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesadaran bahwa aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita sendiri. Seharusnya kesadaran bahwa aktifis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak bisa dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit hati, yang bisa jadi merupakan sebuah kezhaliman kepada saudara-saudara kita.



Sahabat… adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam sebuah aktivitas dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata "afwan" yang terlontar dan pembenaran bahwa kita manusia biasa yang bisa terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita.



Tapi sebaliknya kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzhalimi saudara-saudara kita. Sehingga kata-kata "Akhi… ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini" tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktifis dakwah. Semoga…